Berdasar pengalaman empiris, cicak memang kerap dimakan untuk obat alternatif. Kepala dan ekornya dibuang terlebih dahulu, lalu badannya dibersihkan dan dimasukkan ke kapsul dalam keadaan mentah. Menurut seorang ahli pengobatan Cina, Hembing Wijayakusuma, reptil yang biasa merayap di dinding atau pohon ini, telah sejak lama digunakan sebagai obat oleh orang Cina. Biasanya daging cicak mentah disantap bersama sayur asin. Semula cicak digunakan untuk pengobatan TBC, namun berdasarkan laporan Medical Chinese Report tahun 1965, hewan ini dapat menyembuhkan penyakit perut bagian bawah atau sejenis wasir. Selama itu cicak juga manjur mengatasi biduran, gangguan pencernaan, dan asma.
Cicak juga turut diyakini dapat membantu penyembuhan kanker, meskipun hal ini belum didukung dengan penelitian ilmiah yang mantap. Namun di salahsatu kasus, pernah seorang pengidap kanker di RS Cisarua Bogor disarankan untuk memakan cicak sekitar tiga ekor sehari. Setelah enam bulan, atau menghabiskan sekitar 400 cecak, si pasien kembali memeriksakan diri. Hasilnya, laju endap darah sebagai salah satu indikator kanker telah menurun drastis, yaitu dari 75 menjadi 20. Yang mengejutkan, terakhir diperiksa dengan peneropongan USG atau ultrasonografi, pasien itu dinyatakan sembuh dari kanker.
Mantan pemimpin Rumah Sakit Paru-paru Cisarua Bogor, Dokter Gunawan Partowidigdo, menjelaskan bahwa dalam tubuh cicak terdapat enzim yang unik. Cicak mampu melakukan reproduksi bagian tubuhnya sendiri, misalnya menumbuhkan ekornya yang putus. Enzim tersebut akan terangsang keluar saat si cicak meronta-ronta disiksa atau ketika dipotong.
Menurut Dokter Harianto, asisten Dokter Gunawan, cicak juga digunakan sebagai pendamping terapi obat modern di Rumah Sakit Cisarua. Namun, menurut beliau, proses penyembuhan kanker tak sepenuhnya karena mengonsumsi cicak. Ada faktor lain yang lebih penting yaitu soal pengaturan nutrisi atau gizi makanan yang sudah teruji secara ilmiah.