Bagi Budhi Haryanto,pada akhir Oktober 2001 di Seattle, negara bagian Washington, Amerika Serikat (AS). Malam itu udara dingin Negeri Paman Sam seakan mengembuskan ide brilian ke kepala Budhi.
Menurut Budhi, ide teknologi itu mereplikasi proses alamiah produksi embun. Yakni, adanya air yang menguap atau evaporasi karena pemanasan oleh matahari. Sebagian uap air naik dan menjadi awan, sebagian lainnya tidak sempat naik karena suhu permukaan bumi sudah turun ketika matahari terbenam. Uap air yang tidak sempat naik itulah yang kemudian menjadi embun dan menempel di dedaunan saat pagi.
Teknologi SDP lantas dikemas dalam sebuah alat berbentuk seperti kontainer sepanjang 15 meter. Setelah selesai diproduksi di AS, pada Oktober 2004, alat tersebut dikirim ke Indonesia. Tepatnya ke sebuah pabrik di Gunung Sindur, Bogor. "Indonesia adalah negara tropis. Kelembapan udaranya tinggi. Jadi, sangat prospektif untuk memproduksi embun," ujar Budhi.
Berbagai uji kesehatan pun dilakukan. Menurut dia, berdasar hasil uji praklinis oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, air hasil teknologi temuan Budhi itu bebas dari kandungan mineral anorganik (sodium, garam, klorida); logam berat (timbal, merkuri); serta cemaran pestisida yang mengganggu kesehatan.
Uji praklinis tersebut lantas dilanjutkan dengan uji klinis di RSUD dr Soetomo Surabaya. Hasilnya memuaskan karena air jernih itu sangat bermanfaat bagi kesehatan. Akhirnya, pada 2008, Budhi merintis bisnis produksi air minum di Indonesia dengan merek dagang Purence. Saat ini kapasitas produksinya mencapai 15 ribu liter per hari. Selain dipasarkan di Indonesia, Purence sudah diekspor ke beberapa negara tetangga. Salah satunya Singapura.
Di Indonesia, daya inovasi Budhi terus berkembang. Dia berpikir, selain embun, teknologi SDP menghasilkan udara dingin, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai penyejuk ruangan (AC).
Budhi berduet dengan Arda R. Lukitobudi, ahli lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) Australia. Duet itu menghasilkan alat yang lebih multifungsi. Jika awalnya alat SDP seukuran kontainer sepanjang 15 meter, alat baru itu hanya seukuran lemari pakaian dua pintu. Alat tersebut dirancang untuk keperluan rumah tangga atau kantor.
"Memang belum dijual di luar. Baru saya aplikasikan di kantor saya. Tapi, dalam waktu dekat masuk tahap produksi secara komersial," tuturnya.
Alat tersebut bisa menghasilkan empat produk sekaligus. Yakni, air embun yang jernih dan tidak terkontaminasi, udara bersih dan dingin semacam pengganti AC, dryer atau udara kering yang bisa digunakan untuk mengeringkan pakaian, serta air panas untuk mandi. Semua itu bisa didapat dari satu sistem dengan listrik satu kali yang jauh lebih hemat.
Berapa listrik yang dibutuhkan? "Untuk alat yang saya pasang ini sekitar 6.000 watt. Memang cukup besar. Tapi, kalau untuk kebutuhan rumah tangga, listriknya bisa lebih kecil. Alat ini sudah saya uji selama hampir dua tahun dan tidak ada masalah," katanya.
Arda R. Lukitobudi menambahkan, secara komersial, alat tersebut nanti lebih difungsikan sebagai pengganti AC, sehingga tidak hanya menyasar konsumen rumah tangga, tapi juga perkantoran dan pabrik. "Bedanya, sistem pendingin ini menghasilkan air embun yang sehat untuk dikonsumsi, sehingga bisa menjadi air minum karyawan," jelasnya.
Bukankah AC juga menghasilkan tetesan air" Menurut Arda, air tetesan AC tidak sehat dikonsumsi karena mengandung unsur logam yang berbahaya bagi tubuh. AC tidak didesain untuk memproduksi air minum, sehingga udara dinginnya bersentuhan dengan komponen logam mesin AC.
Budhi dan Arda lantas mengajak Jawa Pos ke lantai dua bangunan yang juga difungsikan sebagai rumah tinggal itu. Di dapur, terdapat galon air minum berbentuk bulat berukuran 11,8 liter. Sebuah pipa terhubung ke lubang bagian atas galon tersebut. Dia lantas memencet tombol di dekat galon dan air pun mengalir dari pipa ke dalam galon. Alirannya kecil seperti keran air yang hanya dibuka sepertiga atau seperempat. Itulah air embun hasil teknologi SDP.
"Kalau alat ini dinyalakan 24 jam, kira-kira bisa menghasilkan 40 liter embun sehari," ujarnya.
Berkat inovasi itu, Budhi diganjar beberapa penghargaan bergengsi. Pada 2005, teknologi SDP hasil kreasinya bersama Mike Morgan merebut Innovation Award dalam ajang AHR Expo di Orlando, Florida, AS. Lalu, pada 2010, alat yang sama meraih Piala Rintisan Teknologi yang diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sebelumnya, pada 2008, Purence berhasil menjadi "Air Minum Exclusive" dalam ajang Clinton Global Initiative (CGI) Asia di Hongkong yang digagas lembaga yang didirikan mantan Presiden AS Bill Clinton.
sumber http://www.jpnn.com/m/news.php?id=180856